KetuaUmum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku akhir-akhir ini Demokrat cukup intens untuk berkomunikasi dengan PKS dan Partai NasDem. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (5/8/2022). (AKURAT.CO/Oktaviani)

Komunikasi adalah salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Dalam Islam, terdapat banyak hadits yang mengajarkan bagaimana seharusnya berkomunikasi dengan baik dan benar. Dalam artikel ini, akan dijelaskan 10 hadits tentang komunikasi yang patut diketahui oleh setiap Berbicara yang Menjaga tutur Menjaga intonasi2. Berbicara sesuai Jangan Menghindari ghibah3. Mendengarkan dengan Memberi perhatian saat orang lain Menghindari mengomentari selagi orang lain berbicara4. Menebar kebaikan dalam Menebar Memberi ucapan yang baik5. Menjaga privasi orang Menjaga rahasia orang Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar6. Menghindari debat yang tidak Menghindari debat yang tidak Menghargai perbedaan pendapat7. Menghindari ucapan yang Menghindari ucapan yang Menghindari kata-kata yang merendahkan orang lain8. Menghormati orang yang lebih Menghormati orang yang lebih Menghargai pengalaman orang yang lebih tua9. Tidak memaksakan Tidak memaksakan kehendak pada orang Menghargai keputusan orang lain10. Menjauhi Menghindari Menjauhi orang yang suka berfitnah KesimpulanFAQ1. Apa saja hadits tentang komunikasi?2. Mengapa komunikasi penting dalam Islam?3. Bagaimana cara berkomunikasi yang baik dalam Islam?1. Berbicara yang baikRasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau dia diam.” HR. Bukhari. Menjaga tutur kataPada saat berbicara sebaiknya kita menjaga tutur kata dan tidak menggunakan kata-kata kasar atau merendahkan orang lain. Hal ini akan membuat orang lain merasa nyaman dan menghargai Menjaga intonasiSelain menjaga tutur kata, kita juga harus menjaga intonasi saat berbicara. Hindari teriakan atau nada suara yang tinggi karena dapat membuat orang lain merasa tidak Berbicara sesuai kebenaranRasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya kebenaran membimbing menuju kebaikan dan kebaikan membimbing menuju surga.” HR. Bukhari. Jangan berbohongSaat berbicara, kita sebaiknya tidak berbohong. Karena berbohong dapat merusak hubungan dengan orang lain dan juga dapat merusak citra diri kita Menghindari ghibahSelain tidak berbohong, kita juga sebaiknya tidak mengatakan hal-hal yang tidak benar tentang orang lain atau melakukan ghibah. Karena hal ini dapat merusak hubungan dengan orang yang digosipkan dan juga dapat merusak citra diri kita Mendengarkan dengan baikRasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang mendengarkan perkataan dua orang yang saling mencintai, maka Allah akan menjadikan hatinya penuh cinta.” HR. Tirmidzi. Memberi perhatian saat orang lain berbicaraSaat orang lain berbicara, kita sebaiknya memberikan perhatian penuh dan tidak terganggu oleh hal lain seperti gadget atau kegiatan lainnya. Hal ini akan membuat orang lain merasa dihargai dan lebih nyaman saat berbicara dengan Menghindari mengomentari selagi orang lain berbicaraSaat orang lain berbicara, kita sebaiknya tidak mengomentari apa yang dikatakan orang tersebut selagi ia masih berbicara. Kita harus menunggu sampai ia selesai berbicara terlebih Menebar kebaikan dalam berkomunikasiRasulullah SAW pernah bersabda, “Mudah-mudahan Allah memberikan kebaikan bagimu dari setiap orang yang memandangmu, mendengarmu, dan melihatmu.” HR. Abu Daud. Menebar senyumSaat berbicara, kita sebaiknya menebarkan senyum kepada orang lain. Hal ini dapat membuat orang lain merasa nyaman dan lebih dekat dengan Memberi ucapan yang baikSaat berbicara, kita sebaiknya memberikan ucapan yang baik dan sopan kepada orang lain. Hal ini akan membuat orang lain merasa dihargai dan memberikan kesan positif terhadap Menjaga privasi orang lainRasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupinya di akhirat.” HR. Muslim. Menjaga rahasia orang lainKetika orang lain mempercayakan sesuatu kepada kita, maka kita sebaiknya menjaga rahasia tersebut dan tidak mengungkapkannya kepada orang lain tanpa seizin orang yang Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benarKita sebaiknya tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar tentang orang lain. Hal ini dapat merusak citra orang yang bersangkutan dan juga dapat merusak hubungan dengan orang Menghindari debat yang tidak perluRasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat, maka Allah akan memberinya pahala.” HR. Tirmidzi. Menghindari debat yang tidak perluSaat berbicara, kita sebaiknya menghindari debat yang tidak perlu karena dapat membuang-buang waktu dan energi. Sebaiknya kita fokus pada hal-hal yang bermanfaat dan Menghargai perbedaan pendapatSaat berbicara dengan orang lain, kita sebaiknya menghargai perbedaan pendapat yang ada. Kita tidak harus selalu memiliki pendapat yang sama dengan orang lain dan sebaiknya kita bisa saling menghargai pendapat yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau dia diam.” HR. Bukhari.2“Sesungguhnya kebenaran membimbing menuju kebaikan dan kebaikan membimbing menuju surga.” HR. Bukhari.3“Barangsiapa yang mendengarkan perkataan dua orang yang saling mencintai, maka Allah akan menjadikan hatinya penuh cinta.” HR. Tirmidzi.4“Mudah-mudahan Allah memberikan kebaikan bagimu dari setiap orang yang memandangmu, mendengarmu, dan melihatmu.” HR. Abu Daud.5“Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupinya di akhirat.” HR. Muslim.6“Barangsiapa yang meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat, maka Allah akan memberinya pahala.” HR. Tirmidzi.7. Menghindari ucapan yang kasarRasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah yang paling baik budi pekertinya dan yang paling manfaatnya bagi manusia.” HR. Ahmad. Menghindari ucapan yang kasarSaat berbicara dengan orang lain, kita sebaiknya menghindari ucapan yang kasar. Kita harus berbicara dengan sopan agar orang lain merasa nyaman dan menghargai Menghindari kata-kata yang merendahkan orang lainKita sebaiknya menghindari kata-kata yang merendahkan orang lain karena dapat membuat orang tersebut merasa tersinggung dan tidak nyaman saat berbicara dengan Menghormati orang yang lebih tuaRasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari dirinya, dan tidak mengasihi orang yang lebih muda darinya, maka bukanlah termasuk dari golongan kami.” HR. Abu Daud. Menghormati orang yang lebih tuaSaat berbicara dengan orang yang lebih tua, kita sebaiknya menghormati dan menghargai mereka. Kita sebaiknya memperlakukan mereka dengan baik dan Menghargai pengalaman orang yang lebih tuaOrang yang lebih tua umumnya memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada kita. Kita sebaiknya menghargai pengalaman mereka dan memperhatikan saran atau masukan yang mereka berikan saat berbicara dengan Tidak memaksakan kehendakRasulullah SAW pernah bersabda, “Tidak ada yang lebih baik daripada memperbanyak lisan dalam berdzikir kepada Allah SWT dan tidak ada yang lebih buruk daripada banyaknya mempergunakan lisan untuk berbicara yang sia-sia.” HR. Tirmidzi. Tidak memaksakan kehendak pada orang lainSaat berbicara dengan orang lain, kita sebaiknya tidak memaksakan kehendak pada orang lain. Kita harus memahami bahwa setiap orang memiliki pendapat dan cara pandang yang Menghargai keputusan orang lainOrang lain memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri. Kita sebaiknya menghargai keputusan tersebut dan tidak memaksakan pendapat kita pada orang Menjauhi fitnahRasulullah SAW pernah bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Karena itu, janganlah berbuat zalim terhadap saudaramu dan janganlah menyerahkannya kepada musuh-musuhnya.” HR. Muslim. Menghindari fitnahKita sebaiknya menghindari fitnah dan tidak mengatakan hal-hal yang dapat merugikan orang lain. Kita harus memperhatikan kata-kata kita ketika berbicara karena dapat mempengaruhi hubungan dengan orang Menjauhi orang yang suka berfitnahKita sebaiknya menjauhi orang yang suka berfitnah dan tidak mengikutinya. Kita harus memilih teman yang baik dan memiliki akhlak yang mulia agar kita juga terpengaruh oleh akhlak mereka. KesimpulanDalam Islam, komunikasi dianggap sebagai hal yang sangat penting. Dalam artikel ini, telah dijelaskan 10 hadits tentang komunikasi yang patut diketahui oleh setiap muslim. Diantaranya adalah berbicara dengan baik dan sesuai kebenaran, mendengarkan dengan baik, menebar kebaikan dalam berkomunikasi, menjaga privasi orang lain, menghindari debat yang tidak perlu, menghindari ucapan yang kasar, menghormati orang yang lebih tua, tidak memaksakan kehendak, dan menjauhi Apa saja hadits tentang komunikasi?Ada banyak hadits tentang komunikasi dalam Islam. Namun, dalam artikel ini dijelaskan 10 hadits tentang komunikasi yang patut diketahui oleh setiap Mengapa komunikasi penting dalam Islam?Komunikasi penting dalam Islam karena dapat mempengaruhi hubungan dengan Allah SWT dan juga dengan sesama manusia. Islam mengajarkan untuk berkomunikasi dengan baik dan benar agar kita dapat memperoleh keberkahan dari Allah SWT dan juga menjalin hubungan yang baik dengan orang Bagaimana cara berkomunikasi yang baik dalam Islam?Cara berkomunikasi yang baik dalam Islam adalah dengan berbicara yang baik dan sesuai kebenaran, mendengarkan dengan baik, menebar kebaikan dalam berkomunikasi, menjaga privasi orang lain, menghindari debat yang tidak perlu, menghindari ucapan yang kasar, menghormati orang yang lebih tua, tidak memaksakan kehend MataPelajaran : Al Qur-an Hadits Kelas / Semester : VII/ Ganjil Materi Pokok : Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an Hadits dalam Islam Alokasi Waktu : 10 Jam Pelajaran A. Tujuan Pembelajaran Melalui kegiatan pembelajaran ini siswa: Menganalisis isi kandungan Q.S. asSyams (91): 1-10, Q.S. Ali Imran (3): 190 dan hadis riwayat
AYAT – AYAT AL-QURAN DAN HADIST TENTANG KOMUNIKASI ISLAM D I S U S U N OLEH 1. AHMAD TARMIZI TANJUNG 1430100004 2. ALI USMAN BATUBARA 1430100005 DOSEN PEMBIMBING MOHD. RAFIQ JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN 2016 KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik kepada dosenpembimbing sebagai tugas untuk memenuhi Tugas mata kuliah. Adapun judul makalah ini adalah Memahami Ayat-Ayat dan Hadis Tentang komunikasi dalam Islam. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari saudara-saudara yang membaca dan ingin maju. Akhir kata saya berharap apa yang saya tulis ini dapat berguna bagi kita semua, amin. Wassalamu alaikum Padangsidimpuan, November 2016 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................ i DAFTAR ISI............................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2 A. Pengertian Komunikasi................................................................. 2 BAB III PENUTUP.................................................................................... 18 A. Kesimpulan...................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, komunikasi sangatlah penting kegunaan dan pengaruhnya dalam segala aspek bidang, baik manusia sebagai hamba, anggota masyarakat, anggota keluarga dan manusia sebagai satu kesatuan yang universal. Tanpa kita sadari atau kita sadari kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari yang namanya komunikasi baik secara lisan, tulisan dan isyarat lambang-lambang dan gerak tubuh. Sebagai seorang muslim sangat baik jika kita menggunakan komunikasi yang Islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan Hadis sunah Nabi. Komunikasi dalam Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan secara baik dan benar dengan menggunakan etika, Dengan pengertian demikian, maka komunikasi dalam Islam menekankan pada unsur pesan message, yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara how,dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa retorika. dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. BAB II PEMBAHASAN Pertukaran pesan dari seseorang kepada orang lain melalui media dan metode tertentu dengan harapan adanya persamaan perspektif atau pemahaman akan pesan tersebut, kendatinya sudah dilakukan manusia sejak lahir bahkan sejak masih dalam kandungan. Misal, kandungan yang normal, posisi kepala bayi berada dibawah menandakan mendekati kelahiran atau siap lahir. Dalam perspektif agama, secara gampang manusia bisa menjawab bahwa Tuhan-lah yang mengajari kita berkomunikasi, menggunakan akal dan kemampuan bahasa yang dianugerahkan-Nya kepada kita. Seperti dalam QS Ar-Rahman ayat 1-4; ß`»oH÷q§9$ ÇÊÈ zN¯=tæ tbuäöàø9$ ÇËÈ šYn=y{ z`»¡SM}$ ÇÌÈ çmyJ¯=tã tb$u‹t6ø9$ ÇÍÈ Artinya “Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia, yang mengajarinya pandai berbicara. ”[1] Terbisa berkomunikasi belum berarti sudah mampu memahami komunikasi. Memahami komunikasi khususnya komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa komunikasi terjadi, akibat-akibat apa yang terjadi, dan apa yang dapat diperbuat untuk memengaruhi dan memaksimumkan hasil-hasil dari kejadian tersebut. Yang menjadi perhatian dalam makalah ini adalah bagaimana komunikasi dibangun dengan prinsip-prinsip yang dalam hal ini dikaitkan dengan hadits. Apabila ditelisik kebelakang, hadits dalam hal ini juga merupakan sebuah produk atau hasil komunikasi, yaitu komunikasi yang melibatkan Rasulullah, para Sahabat, para perawinya, percetakan, dan sebagainya hingga terbentuklah kitab-kitab atau buku-buku yang memuatnya. Dalam kamus Bahasa Indonesia, prinsip adalah asas, kebenaran yang menjadi pokok dasar orang berfikir, bertindak, dan sebagainya. Prinsip merupakan petunjuk arah layaknya kompas. Kita bisa berpegangan pada prinsip - prinsip yang telah disusun dalam menjalani hidup tanpa harus kebingungan arah karena prinsip bisa memberikan arah dan tujuan yang jelas pada setiap hal. Komunikasi berasal dari kata Latin “communis” yang berarti sama. Harold Lasswell menggambarkan komunikasi sebagai berikut Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Yang berarti Siapa, Mengatakan Apa, Dengan Saluran Apa, Dengan Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana.[2] Dari konsep Lasswell tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang komunikator menyampaikan suatu pesan melalui media tertentu kepada orang lain komunikan dengan harapan adanya suatu efek dari proses tersebut. Atau digambarkan sebagai berikut 1. Komunikator Pesan Media Komunikan Efek Dikaitkan dengan hadits, Hadis komunikasi adalah perkataan, perbuatan maupun persetujuan Nabi SAW. yang berkaitan dengan proses yang menjelaskan 'siapa' mengatakan 'apa' dengan 'saluran' apa, 'kepada siapa', dan 'dengan akibat apa' atau 'hasil apa'. Komunikator bisa seseorang atau lembaga, begitu pula dengan komunikan. Pesan bisa diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol yang telah disepakati bersama, baik verbal maupun nonverbal. Sejauh ini, media yang digunakan oleh manusia juga berbagai macam, dari yang elektronik maupun tradisional. Semakin banyak definisi dan kategorisasi yang diungkapkan oleh para ahli, semakin membuat makna komunikasi tidak jelas. Semua aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi. Baik dengan seseorang interpersonal, banyak orang kelompok, atau bahkan dengan dirinya sendiri intrapersonal. Al-Qur’an juga memberi sinyal mengenai tata cara komunikasi yang baik. * ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ׎öyz `ÏiB 7ps%y‰¹ !$ygãèt7÷Ktƒ “]Œr& 3 ª!$ur ;ÓÍ_xî ÒOŠÎ=ym ÇËÏÌÈ Artinya "Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun." Al-Baqarah 263. Prinsip atau etika komunikasi dalam Al-Qur’an a Prinsip Qaulan Baligha قَوْلًا بَلِيغًا / Perkataan yang membekas pada jiwa QS. An Nisa ayat 63 y7Í´¯»s9'ré& šúïÉ‹©9$ ãNn=÷ètƒ ª!$ $tB ’Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚ̍ôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóŠÎ=t/ ÇÏÌÈ Artinya 63. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. Qaulan baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah straight to the point, dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. b Prinsip Qaulan Karimaقَوْلًا كَرِيمًا / Perkataan yang mulia QS. Al Isra’ ayat 23 * 4ÓÓs%ur y7•/u žwr& ÿr߉ç7÷ès? HwÎ çn$­ƒÎ Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $Z»¡ômÎ 4 $¨BÎ £`tóè=ö7tƒ x8y‰YÏã uŽy9Å6ø9$ !$yJèd߉tnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù às? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ Artinya 23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850]. Qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. c Prinsip Qaulan Maysura قَوْلًا مَيْسُورًا / Perkataan yang ringan QS. Al Isra’ ayat 28 $¨BÎur £`Ê̍÷èè? ãNåk÷]tã uä!$tóÏGö/$ 7puH÷qu `ÏiB y7Îi/¢ $ydqã_ös? àsù öNçl°; Zwöqs% YqÝ¡øŠ¨B ÇËÑÈ Artinya 28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas[851]. Qaulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. d Prinsip Qaulan Ma’rufaقَوْلًا مَعْرُوفًا / Perkataan yang baik QS. Al Ahzab ayat 32 uä!$¡ÏY»tƒ ÄcÓÉ<¨Z9$ ¨ûäøó¡s9 7‰tnr'Ÿ2 z`ÏiB Ïä!$¡ÏiY9$ 4 ÈbÎ ¨ûäøø‹s¨?$ Ÿxsù z`÷èŸÒøƒrB ÉAöqsø9$$Î/ yìyJôÜuŠsù “Ï%©!$ ’Îû ¾ÏmÎ7ù=s% ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÌËÈ Artinya 32. Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk[1213] dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[1214] dan ucapkanlah Perkataan yang baik, Qaulan Ma’rufa bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan. Dalam beberapa konteks dijelaskan, bahwa qaul ma'ruf adalah perkataan yang baik, yang menancap ke dalam jiwa, sehingga yang diajak bicara tidak merasa dianggap bodoh safih; perkataan yang mengandung penyesalan ketika tidak bisa memberi atau membantu; Perkataan yang tidak menyakitkan dan yang sudah dikenal sebagai perkataan yang baik. e Prinsip Qaulan Layyina قَوْلًا لَيِّنًا / Perkataan yang lembut QS. Thaha ayat 43-44 !$t6ydøŒ$ 4’n<Î tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ Ÿwqàsù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh‹©9 ¼ã&©yè©9 ㍩.x‹tFtƒ ÷rr& 4Óy´øƒs† ÇÍÍÈ Artinya 43. Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; 44. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. f Prinsip Qaulan Sadida قَوْلًا سَدِيدًا QS. An Nisa ayat 9 ÷‚u‹ø9ur šúïÏ%©!$ öqs9 ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ qà­Gu‹ù=sù ©!$ qä9qàu‹ø9ur Zwöqs% ´‰ƒÏ‰y™ ÇÒÈ Artinya 9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. Moh. Natsir dalam Fiqhud dakwahnya mengatakan bahwa, Qaulan Sadida adalah perkataan lurus tidak berbeli-belit, kata yang benar,keluar dari hati yang suci bersih, dan diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga tepat mengenai sasaran yang dituju yakni sehingga panggilan dapat sampai mengetuk pintu akal dan hati mereka yang di hadapi.[3] 2. Prinsip-prinsip Komunikasi Deddy Mulyana membagi prinsip-prinsip komunikasi dalam 12 prinsip. [4] a Prinsip 1 Komunikasi adalah Suatu Proses Simbolik Salah satu kebutuhan pokok manusia, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata pesan verbal, perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek baik abstrak maupun nyata tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut. Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks. Ikon adalah suatu benda fisik yang menyerupai yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan. Contoh foto di KTP adalah icon dari diri kita. Indeks adalah suatu tanda yang secara alamiah merepresntasikan objek lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal signal, yang dalam bahasa sehari-hari disebut juga gejala symptom. Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab akibat yang punya kedekatan eksistensi. Contoh asap merupakan indeks api. Lambang mempunyai beberapa sifat seperti berikut ini - Lambang bersifat sembarang, manasuka atau sewenang-wenang. Apasaja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Alam tidak memberikan penjelasan kepada kita mengapa manusia menggunakan lambang-lambang tertentu untuk merujuk pada hal-hal tertentu baik yang konkret atau pun yang abstrak. - Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kita-lah yang memberikan makna pada lambang. Makna sebenarnya ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Persoalan akan timbul bila para peserta komunikasi tidak memberi makna yang sama pada suatu kata. Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang alami antara lambang dengan referent objek yang ditujunya. - Lambang itu bervariasi. Lambang itu bervariasi dari sudut budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu yang lain serta maknanya dapat berubah. عن عا ىشة ام المؤمنين رضى الله عنها ان الحرث بن هشام رضى الله عنه سآل رسول الله ص م فقال بارسول الله كيف يآتيك الوحى فقال رسول الله ص م احيا نا يآتيني مثل صلصلة الحرسس وهواشده على فيفصم عنى وقدوعيت عنه ماقال. واحيانايتمثل لى الملك رجل فيكلمنى فآعى مايقول “Dari Aisyah, ibu orang-orang mukmin berkata “Bahwa sesungguhnya Haris bin Hisyam RA. bertanya kepadaa Rasulullah SAW. Bagaimanakah caranya wahyu datang kepada tuan? Jawab Rasulullah Kadang-kadang wahyu datang kepadaku sebagai bunyi lonceng; itulah yang sangat berat bagiku. Setelah ia berhenti, aku telah mengerti apa yang dikatakannya. Kadang-kadang malaikat merupakan dirinya padaku sebagai seorang laki-laki, lantas dia berbicara kepadaku, mana aku mengerti apa yang dibicarakannya.” HR. Buchori[5] Dalam hadits tersebut pesan disampaikan dalam berbagai simbol, akan tetapi apabila komunikan paham yang dimaksudkan komunikator, tidak akan menjadi masalah. b Prinsip 2 Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi Kita tidak dapat tidak berkomunikasi We cannot not communicate. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Komunikasi terjadi bila seseorang memberikan makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Misal, apabila seseorang tersenyum maka ia ditafsirkan atau dimaknai sedang bahagia. حديث ابى هريرةرضى الله عنه, قال نهى ان يصلى الرجل مختصرا “Hadits Abu Hurairah RA. dimana ia berkata “Seseorang dilarang untuk mengerjakan shalat dengan meletakkan tangan di pinggang.” HR. Buchori[6] Perilaku meletakkan tangan di pinggang’, pada saat mengerjakan shalat, dilarang karena memiliki arti lain. Misal, ekspresi nantang’, atau melawan’ yang ada dihadapannya, yaitu Allah SWT. c Prinsip 3 Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan. Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara berbeda. Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda. عن عا ىشة ام المؤمنين رضى الله عنها ان الحرث بن هشام رضى الله عنه سآل رسول الله ص م فقال بارسول الله كيف يآتيك الوحى فقال رسول الله ص م احيا نا يآتيني مثل صلصلة الحرسس وهواشده على فيفصم عنى وقدوعيت عنه ماقال. واحيانايتمثل لى الملك رجل فيكلمنى فآعى مايقول “Dari Aisyah, ibu orang-orang mukmin berkata “Bahwa sesungguhnya Haris bin Hisyam RA. bertanya kepadaa Rasulullah SAW. Bagaimanakah caranya wahyu datang kepada tuan? Jawab Rasulullah Kadang-kadang wahyu datang kepadaku sebagai bunyi lonceng; itulah yang sangat berat bagiku. Setelah ia berhenti, aku telah mengerti apa yang dikatakannya. Kadang-kadang malaikat merupakan dirinya padaku sebagai seorang laki-laki, lantas dia berbicara kepadaku, mana aku mengerti apa yang dibicarakannya.” HR. Buchori[7] Hadits tersebut juga menunjukkan bagaimana cara menghadapi komunikan dan menanggapi komunikator. Tidak mungkin manusia biasa bisa memahami apa yang disampaikan oleh malaikat. d Prinsip 4 Komunikasi Itu Berlangsung Dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak sengaja sama sekali misal ketika kita melamun sementara orang memperhatikan anda hingga komunikasi yang benar-benar direncanakan dan disadari ketika kita menyampaikan suatu pidato. Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita sama sekali tidak bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, perilaku kita potensial untuk ditafsirkan atau tidak menafsirkan perilaku kita. Dalam berkomunikasi, kesadaran kita lebih tinggi dalam situasi khusus terlebih dalam situasi rutin. Dalam komunikasi sehari-hari terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun lebih banyak pesan nonverbal yang kita tunjukan tanpa kita sengaja. Komunikasi telah terjadi bila penafsiran telah berlangsung. Terlepas dari kesengajaan atau tidak. Jadi, niat kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. حديث ابى هريرة قال قال رسول الله ص م من كان يؤمن با لله وا ليوم الا خر فلا يؤذ جاره, و من كان يؤمن با لله وا ليوم الا خرفليكرم ضيفه, و من كان يؤمن با لله وا ليوم الا خرفليقل خيرا اوليصمت “Hadits Abu Hurairah dimana ia berkata Rasulallah SAW. bersabda “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia mengganggu tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam saja.”HR. Bukhori-Muslim[8] Jadi, apabila seseorang tidak berniat untuk mengungkapkan hal-hal baik atau yang bermanfaat lebih baik diam saja. e Prinsip 5 Komunikasi Terjadi Dalam Konteks Ruang dan Waktu Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik atau ruang, waktu, sosial, dan psikologis. Lelucon yang lazim dipercakapkan ditempat hiburan, serasa kurang sopan bila dikemukakan dimasjid. Waktu juga memengaruhi makna terhadap suatu pesan, misalnya orang menelpon dini hari dengan siang hari akan berbeda. Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan memengaruhi orang-orang berkomunikasi, misalnya dua orang yang berkonflik akan canggung jika ada disituasi berdua tidak ada orang, namun dengan adanya orang ketiga, keeadaan akan bisa lebih mencair. Suasana psikologis peserta komunikasi tidak pelak memengaruhi suasana komunikasi. حديث عبداللهبن عمرورضى الله عنهما ان رجلاسآل النبى صلى الله عليه وسلم اى الا سلا م خير؟ قال تطعم الطعا م وتقرآ السلام على من عرفت ومن لم تعرف. ”Hadits Abdullah bi Amr ra. Bahwasanya ada seorang bertanya kepada Nabi SAW. “Apakah yang baik dalam Islam?.” Beliau bersabda “kamu memberikan makanan, dan mengucapkan salam kepada orang yang sudah kamu kenal maupun orang yang belum kamu kenal.” HR. Buchori حديث ابى موسى رضى الله عنه قال قالوايا رسول الله اى الا سلا م افضل؟ قال من سلم المسلمون من لسا نه ويده. “Hadits Abu Musa RA. dimana ia berkata “Para Sahabat bertanya “Wahai Rasulallah, apakah yang utama dalam Islam?”, beliau menjawab “Orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” HR. Buchori[9] Kedua hadits tersebut sama-sama membahas mengenai Siapa yang utama atau baik dalam Islam’, tetapi Rasulullah menjawab dengan jawaban yang berbeda sesuai dengan konteksnya. f Prinsip 6 Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya. Prinsip ini mengasumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia, dengan kata lain perilaku manusia minimal secara parsial dapat diramalkan. Contoh, tidak mungkin seorang istri menampar suaminya sepulang kerja tanpa sebab apapun. عن عبدالله بن عمروقال تخلف النبى ص م فى سفرةسا فرنا ها فآدركناوقدارهقتنا ا لصلا ةونحن نتوضآفجعلنا نمسح على ارجلنا فنا دى بآعلى صوته وبل للا عقا ب من النارمرتين اوثلا ثا Dari Abdullah bin Amr bin Ash katanya “Terlambat Nabi dalam suatu perjalanan. Ketia beliau sampai ditempat kami, kebetulan waktu sembahyang telah tiba, dan kami sedang berwudhu. Kami membasuh kaki dengan tidak secukupnya. Lalu Nabi berteriak sekeras-keras suaranya ”Celakalah tumit yang kena api neraka”. Dua atau tiga kali beliau teriak seperti itu.” HR. Buchori[10] Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa prediksi komunikasi telah dibentuk baik oleh Nabi ataupun kaumnya. sampaikan bisa lebih efektif. g Prinsip 8 Semakin Mirip Latar Belakang Sosial Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya orang-orang yang sedang berkomunikasi, yaitu adanya persamaan persepsi akan suatu hal. Semakin banyak persamaan antara komunikator dan komunikan, maka komunikasi yang berlangsung lebih mudah, karena keberanekaragaman pesan dimengerti keduanya. h Prinsip 9 Komunikasi Bersifat Nonsekuensial Meskipun terdapat banyak model komunikasi, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya bersifat dua arah. Beberapa pakar komunikasi mengakui sifat sirkuler atau dua arah komununikasi ini. Komunikasi sirkuler ditandai dengan beberapa hal berikut 1. Orang-orang yang berkomunikasi dianggap setara. 2. Proses komunikasi berjalan timbal balik dua arah. 3. Dalam praktiknya, kita tidak lagi membedakan pesan dengan umpan balik. 4. Komunikasi yang terjadi sebenarnya jauh lebih rumit. Pada dasarnya, unsur tersebut tidak berdada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuler, helikal atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroprasi dalam suatu tatanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. عن ابى هريرة قال قال رسول الله ص م حق المسلم على المسلم ست. قيلوماهن يارسول الله؟ قال اذا لقيته فسلم عليه, واذادعاك فاجبه, واذا استنصحك فانصحه, و اذا عطس فحمد الله فشمته, واذا مرض فعده, واذا مات فاتبعه رواه مسلم Dari Abu Hurairah, ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW haq muslim atas muslim lainnya ada enam perkara. Para sahabat bertanya, Apa saja wahai Rasulallah?’beliau menjawab apabila kau bertemu dengannya, hendaklah engkau beri salam kepadanya, apabila ia mengundangmu, hendaklah engkau memenuhinya, dan apabila ia minta nasihat kepadamu, hendaklah engkau menasihati dia, dan apabila ia bersin lalu memuji Allah megucapkan Alhamdulillah, maka jawablah dengan mengucapkan yarhamukallah, dan apabila ia sakit, hendaklah engkau menjenguk dia, dan apabila ia meninggal dunia, hendaklah engkau antarkan jenazahnya.” HR. Muslim[11] Hadits diatas merupakan salah satu contoh komunikasi yang terjadi dua arah, yaitu antara Rasulullah dan para sahabat. i Prinsip 10 Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional Komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, melainkan merupakan proses yang sinambung continues. Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling memengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal maupun nonverbal. Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dunia dan perilakunya. Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyadian encoding dan penyadian balik decoding. Perspektif transaksional memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi, yaitu serentak dan saling memengaruhi para pesertanya menjadi saling bergantung dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya. حديث انس عن عبدالعزيزو قا ل سآ ل رجل انسا, ماسمعت نبى الله ص م فى الثوم؟ فقا ل قال النبى ص م من اكل من هذه الشجرة فلا يقربنا, او لايصلين معنا. “Hadits Anas, dari Abdul Aziz dimana ia berkata “ada seseorang bertanya kepada Anas “Apakah yang kamu dengar dari Nabi SAW. mengenai bawang putih?”. Ia berkata “Nabi SAW. bersabda “Barangsiapa yang makan pohon ini maka janganlah ia mendekat kepada kamu”, atau “janganlah ia shalat bersama kami.”HR. Buchori[12] Dari hadits diatas, menunjukkan adanya komunikasi yang berjalan prosesual, irreversibel, dan transaksional. j Prinsip 11 Komunikasi Bersifat Irreversibel Sekali kita mengirimkan suatu pesan, kita tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak apalagi menghilangkan efek pesan tersebut sama sekali. Sifat irreversible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai suatu proses yang selalu berubah. Prinsip ini seharusnya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati2 untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain, sebab efeknya tidak bisa ditiadakan sama sekali. إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” HR. Muslim Untuk itu hendaklah kita selalu memikirkan manfaat dan madharat pesan yang kita lontarkan kepada orang lain komunikan. k Prinsip 12 Komunikasi Bukan Panasea Untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah Banyak persoalan dan konflik antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi itu sendiri bukanlah panasea obat mujarab untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu. Karena persoalan atau konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural ini juga harus diatasi. عن ابي ايوب ان رسول الله ص قال لا يحل لمسلم اع يهجر اخاه فوق ثلاث ليل يلتقيان, فيعرض هذا, و يعرض هذا, و خيرهما الذي يبداً باالسلام. متفق عليه Dari Abi Ayyub, bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda “tidak halal bagi seorang muslim tidak damai dengan saudaranya lebih dari tiga malam, yaitu mereka bertemu, lalu yang ini berpaling dan yang itu berpaling, tetapi orang yang paling baik diantara mereka keduanya adalah yang memulai memberi salam. HR. Muttafaqun alaih Dari hadits diatas, apabila tidak damai termasuk sebagai suatu masalah bagi orang yang terlibat, maka dengan adanya komunikasi yang diwujudkan dengan salam belum tentu bisa secara instan mendamaikan mereka, akan tetapi ini jalan yang baik. BAB III PENUTUP Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang komunikator menyampaikan suatu pesan melalui media tertentu kepada orang lain komunikan dengan harapan adanya suatu efek dari proses tersebut. Hadis komunikasi adalah perkataan, perbuatan maupun persetujuan Nabi SAW. yang berkaitan dengan proses yang menjelaskan 'siapa' mengatakan 'apa' dengan 'saluran' apa, 'kepada siapa', dan 'dengan akibat apa' atau 'hasil apa'. Deddy Mulyana membagi prinsip-prinsip komunikasi dalam 12 prinsip, yaitu komunikasi adalah suatu proses simbolik; setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi; komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan; komunikasi itu berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan; komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu; komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi; komunikasi itu bersifat sistemik; semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi; komunikasi bersifat nonsekuensial; komunikasi bersifat prosesual, dinamis, dan transaksional; komunikasi bersifat irreversibel; dan komunikasi bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah. Prinsip atau etika komunikasi dalam Al-Qur’an, yaitu Prinsip Qaulan Baligha قَوْلًا بَلِيغًا / Perkataan yang membekas pada jiwa; Prinsip Qaulan Karima قَوْلًا كَرِيمًا / Perkataan yang mulia; Prinsip Qaulan Maysura قَوْلًا مَيْسُورًا / Perkataan yang ringan; Prinsip Qaulan Ma’rufaقَوْلًا مَعْرُوفًا / Perkataan yang baik; Prinsip Qaulan Layyina قَوْلًا لَيِّنًا / Perkataan yang lembut; dan Prinsip Qaulan Sadida قَوْلًا سَدِيدًا. Selain di Al-Qur’an, hadits juga mengajarkan bagaimana manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya. Komunikasi perlu memerhatikan siapa yang kita hadapi, apa yang akan kita sampaikan, bagaimana dan kapan menyampaikannya, serta apa yang kita harapkan. Semuanya harus sesuai dengan ajaran Islam dan Rasulullah sebagai teladannya. DAFTAR PUSTAKA Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Da’wah al Fardiyah, diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim, Jakarta Gema Insani, 1995. Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung Remaja Rosdakarya, 2001. Jum’ah Amin Abdul Aziz, Ad-Da’wah, Qawaid wa Ushul, diterjemahkan oleh Abdus Salam Masykur dengan judul Fiqih Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, Solo Era Intermedia, 2005. M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta Prenada Media, 2006. M. Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Da’wah Kajian Ontologis Da’wah Ikhwan Al-Safa’, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2008. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan, diterjemahkan oleh Muslich Shabir dengan judul Terjemah Al-Lu’lu’ Wal marjan, Semarang Al-Ridha, 1993. Shahih Buchari, diterjemahkan oleh Zainudin Hamidy, dengan judul [1] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. II, Hal. 3 [4] Deddy Mulyana, Loc. Cit., [5] Shahih Buchari, diterjemahkan oleh Zainudin Hamidy, dengan judul Terjemah Shahih Buchari, Jakarta Wijaya, 1969, Hal. 13-14 [6] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan, diterjemahkan oleh Muslich Shabir dengan judul Terjemah Al-Lu’lu’ Wal marjan, Semarang Al-Ridha, 1993, [7] Zainudin Hamidy, Terjemah Shahih Buchari, Jakarta Wijaya, 1969, Hal. 13-14 [8] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Loc. Cit., [9] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Loc. Cit., [10] Zainudin Hamidy, [11] Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Da’wah al Fardiyah, diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul Dakwah Fardiyah Metode membentuk Pribadi Muslim, Jakarta Gema Insani Press, 1995, [12] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Loc. Cit.,
hakikatnya komunikasi antar budaya mengandung dimensi antar budaya. Dengan kata lain, adanya komunikasi antar budaya telah memberikan dampak positif untuk mempermudah bersosialisasi dan meminimalisir kesalahpahaman. Pada pembahasan tulisan ini akan menguraikan mengenai hadis komunikasi antar budaya.(Purwasito: 2003)
Hadis Rasulullah Seputar Komunikasi Antarbudaya Sari This paper intends to find out the hadiths about intercultural communication. Intercultural communication in essence can create harmony and togetherness. Besides that, they can also understand the differences between individuals. This also often happens in Indonesia, because Indonesia is a country that has a variety of cultures. And this difference must be supported, maintained and preserved. In addition, in essence, intercultural communication contains an intercultural dimension. In other words, the existence of intercultural communication has had a positive impact to make it easier to socialize and minimize misunderstandings. Communication is not only the knowledge learned in lecture classes. Even communication itself has actually been taught by the Creator, Allah SWT, through the Qur'an about how important communication is for humanity, especially Muslims. Lexically communication is the sending and receiving of messages or news between two or more people. So the message in question can be understood. Communication influences changes in behavior, ways of life, and values. Inter-cultural communication in an Islamic perspective is based on several emphases 1. Religious Habluminallah Human-Allah relationship, 2. Social Value Hablum Minannas Human-Human Relations. So here Islam encourages its people so that religion does not always prioritize aspects of worship, but Islam also advocates social worship, such as paying attention to the fate of weak people. Kata Kunci Intercultural Communication, Islam, Hadith, Social Value. Teks Lengkap PDF English Referensi Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Rajawali pers Jakarata. al-Hindiy, Al-Muttaqiy. 1985. Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Afal. Mausuah al-Risalah Beirut. Al-Suyuthi. 1988. al-Jami al-Shaghir. al-Maktabah al-Islamiy Beirut. Depag. RI. 2002. alquran Terjemah. Gema Insani Perss Jakarta. Devito, Joseph A. 2010. Komunikasi Antarmanusia. Kuliah Dasar. Professional Books Jakarta. Fred E. Jandt. 1998. Intercultural Communication, An Introduction. Sage Publication London. Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Purwasito, Andrik. Multikultural. Universitas Muhammadiyah Surakarta Surakarta. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. 1996. Human Communication Konteks-konteks Komunikasi. Remaja Rosdakarya Bandung. Taufik, Ahmad dkk. 2010. Pendidikan Agama Islam. Yuma Pustaka Surakarta. Wensinck, 1946. al-Mu`jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawiy. Maktabah Baril Beirut. DOI Interaksi Jurnal Ilmu Komunikasi Indexed By Jurnal Interaksi Jurnal Ilmu KomunikasiThe Communication Studies, Faculty of Social and Political Science C Building, University of Muhammadiyah Sumatera Utara, Jalan Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan 20238e-mail jurnalinteraksi Web Umsu Press Jurnal Interaksi Jurnal Ilmu Komunikasi in Collaboration With
12 Hadits 'Aisyah radliyallahu 'anha tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Mandi setelah Memandikan Mayat (Hlm. 6) Hadits ini menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mandi karena salah satu dari empat perkara, yaitu junub, hari Jum'at, setelah berbekam, dan setelah memandikan mayat.
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free El-Hikmah Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi Vol. 17 No. 08, Juli 2022 DOI PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI ISLAM PERSPEKTIF HADIS NABI Sunaryanto Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta Email sunaryanto Keywords Principles, Communication, Islam, Hadis ABSTRACT There is a distinction between Western communication and Islamic communication, especially in terms of definition. In addition, Western communication is theoretically generated based on empirical observations. Islamic communication, apart from being based on empirical studies, cannot be separated from the Al-Qur'an and Hadis. Writing this paper aims to find out some of Isla communication ethics in the hadis. The method used is only using a library research approach. Data is only collected from the hadith books, books, journals, and several other studies. The conclusion in this paper is that there are many principles of Islamic communication in the hadis, for example the principle of honesty, the principle of effective speaking and others. Kata Kunci Prinsip, Komunikasi, Islam, Hadis ABSTRAK Terdapat distingsi antara komunikasi Barat dengan komunikasi Islam khususnya dalam mengenai definisi. Selain itu, komunikasi Barat secara teoritis dihasilkan berdasarkan pengamatan empiris. Komunikasi Islam selain berdasarkan studi empiris tetapi tidak bisa dilepaskan dari Al-Qur’an dan Hadis Penulisan makalah ini bertujuan untuk menemukan beberapa etika komunikasi Isla dalam hadits. Metode yang digunakan hanyalah menggunakan pendekatan pustaka library research. Data hanya dikmpulkan dari kitab hadits, buku, jurnal, dan beberapa hasil studi lainya. Kesimpulan dalam makalah ini adalah terdapat banyak prinsip komunikasi Islam dalam hadis Nabi misalnya prinsip kejujuran, prinsip berbicara efektif dan lain-lain. 127 Pendahuluan Sebagai bidang studi dalam ilmu sosial, komunikasi telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan ini ditandai dengan misalnya minat-minat dalam studi komunikasi di beberapa perguruan tinggi. Terlebih lagi, saat ini telah berkembang berbagai media yang merupakan turunan dari internet yan berdampak terhadap luasnya studi komunikasi. Misalnya adalah perkembangan berbagai media sosial youtube, facebook, Instagram, whatsapp, dall menjadikan kajian komunikasi semakin tesis yang menegasakan bahwa komunikasi menjadi studi yang telah lama disebut sebagai kajian multi disiplin dapat dibenarkan. Era internet saat ini selanjutnya semakin menunjukkan apa yang disebut sebagai era interdispliner studi. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri dan harus diintegrasikan dengan bidang ilmu pengetahuan lainnya. Sebagai kajian lintas disiplin, komunikasi memang tidak dapat dilepaskan dari bidang studi lainnya. Dengan kata lain, komunikasi hanyalah frame untuk bisa membaca fenomena berbagai bidang misalnya sosial, politik, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Perkembangan ini justru bertolak belakang dengan perkembangan komunikasi dalam studi Islam khususnya di Indonesia. Menurut pemahaman sementara penulis, teori komunikasi Islam di beberapa perguruan tinggi Islam mengalami kemandegan. Komunikasi Islam tidak banyak mengalami perubahan meskipun teori komunikasi dalam epistimologi Barat sudah mengalami perubahan dan kemajuan yang besar. Sepertinya masih juga terjadi perebutan otoritas, siapa yang dianggap sebagai pemilik ilmu komunikasi, apakah komunikasi Barat atau komunikasi Islam? Daryanto Setiawan, “Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Budaya,” Jurnal Simbolika Vol. 4, no. 1, April 2018 62, Redi Panuju, Pengantar Studi Ilmu Komunikasi Komunikasi Sebagai Kegiatan Komunikasi Sebagai Ilmu Jakarta Prenada Media Group, 2018, hal. 1-5. Hakim dan Winda Kustiawan, “Perkembangan Teori Komunikasi Kontemporer,” Jurnal Komunika Islamika Vol. 6, no. 1 2019 hal. 16-17, Nanang Trenggono, “Konstruksi Komunikasi Internasional,” MediaTor Jurnal Komunikasi Vol. 5, no. 1 2004 hal. 97-98. Mohammad Zamroni, “Epistemologi dan Rumpun Keilmuwan Komunikasi Penyiaran Islam,” Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 34, no. 1, Januari-Juni 2014 122–39. Moch Choirul Arif, “Quo Vadis Komunikasi Islam Menuju Penyeimbangan Nalar Kritis dan Pragmatis di Tengah Global Village,” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 02, no. 02, Desember 2012 Abdul Basit, “Konstruksi Ilmu Komunikasi Islam,” Jurnal Penelitian Agama Vol. 17, no. 1, Januari-Juni 2016 73–95, 128 Pertanyaan di atas mungkin bisa meminjam tesis Adiprasetio, Ilmu Komunikasi hanya menjadi penyedia calon-calon buruh terlatih dalam berbagai bidang informasi dan industri media massa, seperti tenaga hubungan masyarakat, marketing communication, jurnalis, praktisi periklanan dsb. Terlebih lagi, teori-teori komunikasi Islam yang ada selama ini masih berkiblat pada teori-teori kata lain, teori komunikasi Islam dengan sendirinya masih didominasi oleh teori komunikasi Barat. Harus diakui bahwa komunikasi Islam sendiri masih sangat terbatas baik secara literatur akademik maupun dalam praktiknya. Seperti apa kemudian satu ilmu tersebut dapat dikatakan sebagai ilmu komunikasi Islam, tentunya pertanyaan ini akan sangat panjang jawabannya. Tentu hal tersebut tidak ada yang salah, sebab ilmu apapun memang netral tergantung world view yang digunakan. Dikotomi antara ilmu Barat dan ilmu Islam kemungkinan hanyalah disebabkan berdasarkan sumber epstimologi, ontologi, dan aksiologinya. Maka dalam hal ini sebenarnya sangat penting untuk membangun teori komunikasi Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Berdasarkan Hadis misalnya, akan banyak ditemukan konsep-konspep komunikasi Islam. Sehingga perlu banyak studi yang nantinya membangun prinsip komunikasi Islam berdasarkan perspektif Hadis. Masalahnya, sampai saat ini hadis hanya diintepertasikan dalam konteks doktrian keimanan dan ketakwaan. Sepertinya masih jarang penelitian yang menganalisis hadis untuk dicarikan kontekstualisasinya dengan keilmuwan lainnya. Studi mengenai komunikasi Islam telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan berbagai model kajian. Tetapi, sebagai objek kajian, komunikasi Islam masih tetap relevan untuk diteliti kembali. Hefni mislanya melakukan studi dengan membahas mengenai perkembanangan komunikasi Islam dari sudut pandang keilmuan Justito Adiprasetio, “Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia Instrumentalisasi Kuasa Hingga Mekanisme Pasar,” Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 6, no. 2, Agustus 2019. Michael Jibrael Rorong, “Penempatan Teori Dalam Ilmu Komunikasi Kajian Kepustakaan dalam Perspektif Deductive Interpretive,” Commed Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4, no. 1 2019, AM Saefuddin, Islamisasi Sains dan Kampus, ed. oleh Ahmadie Thaha, Rusdiono Mukri, dan Tata Septayuda Jakarta PT PPA Consultans, 2010; Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekluer-Liberal, 3 ed. Jakarta Gema Insani Press, 2015; Muh. Syamsuddin, “Orientalisme, Oksidentalisme dan Filsafat Islam Modern dan Kontemporer Suatu Agenda Masalah,” Refleksi Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam 18, no. 1 2018 47–60, Ali Nurdin, “Akar Komunikasi Dalam Al-Qur’an Studi Tematik Dimensi Komunikasi dalam Al-Qur’an,” Jurnal Kajian Komunikasi Vol. 2, no. 1, Juni 2014 12–26, Kusnadi, “Komunikasi dalam Al-Qur’an Studi Analisis Komunikasi Interpersonal pada Kisah Ibrahim,” Jurnal Intizar Vol. 20, no. 2 2014 267–84. 129 dan institusional. Hefni menegasakan bahwa bangunan ilmu komunikasi Islam mulai berkembang di abad ke-20. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan ilmu komunikasi, terutama ketika tehnologi komunikasi dan media komunikasi berkembang pesat seiring dengan kebutuhan fitrah manusia sebagai makhuk sosial. Studi Hefni ini masih bersifat umum dan belum membahas komunikasi Islam berdasarkan kajian mengelaborasi bangunan teori komunikasi Islam yang dipopulerkan oleh Hamid Mowlana. Tetapi studi ini sekaligus memberikan konklusi penting, meskipun paradigma komunikasi Islam menawarkan perspektif alternatif yang sangat dibutuhkan dalam studi komunikasi, yang berpusat pada integrasi pengetahuan Naqli dan Aqli, seharusnya paradigma komunikasi Islam tidak terpisah dari apa yang disebut teori komunikasi menegaskan teori media dan komunikasi tidak hanya penting dalam melakukan penelitian untuk perubahan sosial, tetapi juga sangat penting dalam memberikan pedoman yang transparan bagi pihak berwenang, praktisi dan organisasi dalam membangun masyarakat yang harmonis. Dalam konteks Islam dan Muslim, teori-teori tersebut perlu diadaptasi mengikuti ajaran Islam untuk mempersiapkan masyarakat dengan tuntunan yang tepat dalam menghadapi tantangan dunia yang telah ditetapkan oleh Barat yang penuh dengan bias terhadap budaya dengan beberapa uraian di atas, Suhaimi justru menjelaskan bahwa komunikasi Islam adalah dakwah itu sendiri. Gagasan ini juga dibahas oleh Wahyu Ilaihi bahwa komunikasi Islam adalah sama saja aritnya dengan dakwah itu Harjani Hefni, “Perkembangan Ilmu Komunikasi Islam,” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 04, no. 02, Desember 2014 hal. 236, Harjani Hefni, Komunikasi Islam, 1 ed. Jakarta Prenada Media Group, 2015. Hamid Mowlana, “The New Global Order and Cultural Ecology,” Media, Culture, & Society Vol. 15, no. 1 1993, Hamid Mowlana, “Human Communication Theory a Five-Dimensional Model,” Journal of International Communication Vol. 25, no. 1 2019 3–33, Mohd Faizal Kasmani et al., “The Islamic Communication Paradigm Challenges and Future Directions,” Advanced Science Letters Vol. 23, no. 5 2017 hal. 1, Sofia Hayati Yusoff, “Western and Islamic Communication Model A Comparative Analysis on A Theory Application,” Al-’Abqari Journal of Islamic Social Sciences and Humanities Vol. 7, no. 7 2016 hal. 18, Suhaimi, “Integrasi Dakwah Islam dengan Komunikasi,” Miqot Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 37, no. 1, Januari-Juni 2013 hal. 2016. Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, ed. oleh Andriyanti Kamsyah, 2 ed. Bandung Remaja Rosdakarya, 2013. Harjani Hefni, Komunikasi Islam, 1 ed. Jakarta Prenada Media Group, 2015. 130 sendiri. Tetapi Suhaimi kemudian menegasakan bahwa komunikasi Islam dalam pengertian sebagai proses merupakan penyampaian pesan ajaran Islam melalui berbagai media. Tesis, suhaimi ini sepertinya masih harus dielaboarasi kembali agar mendapatkan pemahaman komunikasi Islam yang lebih komprehensif. Azizah menyimpulkan dalanm al-kutub al-Sittah, etika komunikasi menurut Hadis dirangkum menjadi beberapa poin yaitu 1 berkomunikasi hendaknya menggunakan kalimat yang baik, 2 berkomunikasi dengan efektif dan efisien, 3 berkomunikasi dengan landasan kejujuran dan menjauhi dusta, 4 mendahulukan yang lebih tua untuk berbicara saat komunikasi berlangsung, 5 tidak mencaci, mencela berkata kotor, 6 menjauhi perdebatan dengan lawan bicara, dan 7 komunikasi yang dibangun oleh komunikator dan komunikan hendaknya berisikan pesan message yang positif dan jauh dari unsur menyimpulan dalam jurnalnya, dalam Hadis khususnya, Nabi SAW dalam banyak kesempatan menyuruh umat Islam untuk berkata yang baik, atau diam kalau memang tidak bisa berkata yang baik, menyuruh berkata Jujur dan menghindari perkataan bohong, menyuruh menggunakan kata-kata yang tepat dan yang paling baik ketika berbicara, melarang menggunakan kata-kata kasar, pedas dan yang dapat menyakitkan orang lain, dan sebagainya. Statemen-statemen hadis tersebut dapat diformulasikan menjadi prinsip-prinsip komunikasi yang akan menjadi acuan umat Islam dalam berkomuniasi dengan mitra-mitra komunikasi studi terdahulu yang telah dijelasan di atas, secara khusus banyak terdapat hadis-hadis yang memuat tentang tema komunikasi. Meksipu memang komunikasi yang terdapat dalam Hadis ini lebih berfokus pada tema-tema akhlak. Misalnya adalah komunikasi yang dianjurkan dengan cara yang jujur dan tidak berbohong merupakan perintah dalam akhlak. Dengan melihat hasil studi di atas memang akhirnya banyak terjadi perbedaan antara komunikasi Islam dengan komunikasi Barat khususnya mengenai definisi dan sebagainya. Suhaimi, “Integrasi Dakwah Islam dengan Komunikasi,” Miqot Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 37, no. 1, Januari-Juni 2013 hal. 2016. Ira Nur Azizah, “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” Skripsi S1, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dna Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, hal. 76. Bahrudin, “Prinsip-Prinsip Komunikasi dalam Hadis Nabi,” Ilmu Dakwah Academic Journal for Homiletic Studies Vol. 4, no. 11, Januari-Juni 2008 43–66. 131 Metode Penelitian Peneitian ini merupakan jenis kualitatif yang tentunya kesimpulan penelitian bersifat subjektif. Sifat penelitian ini cenderung menggunakan pendekatan yang naturalistik sesuai dengan tujuan penelitian penelitian ini tidk dapat digeneralisasi seperti penelitian objektif pendekatna kuantitatif. Paper ini hanya diselesaikan dengan pendekatan studi pustaka library research. Studi pustaka, saat ini bisa dilakukan dengan mencari data melalui internet. Jurnal dan beberapa hasil penelitian mudah didapatkan di belantara internet. Menggunakan gagasan Thomas Manan, apa yang tidak bisa didapatkan di internet. Pendapat Thomas Mann ini menjadi kabar baik untuk studi pustaka yang dilakukan di zaman digital ini. Data seluruhnya berdasarkan hasil dari penelurusan jurnal, buku, dan website yang dianggap bisa menjadi bahan studi. Setelah mendapatkan data tersebut kemudian penulis berusaha melakukan dispali data, reduksi data, dan interperteasi untuk mengambil Makna Komunikasi Islam Telah sedikit dijelaskan pada urian sebelumnya bahwa terminologi komunikasi Islam masih menjadi perdebatan. Komunikasi Islam merupakan terminologi yang benar-benar masih sangat baru. Bangunan teorinya sampai saat ini masih sangat sedikit dan terkesan sangat doktrinal. Berbeda dengan term komunikasi Barat yang terlebih dahulu mapan dan lebih aplikatif. Sehingga dengan perdebatan ini banyak sarjana yang justru beranggapan tidak perlu term komunikasi awalnya, komunikasi hanya dipahami sebagai studi tentang pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan. Definisi ini sangat sederhana dan tentu tidak bisa Anselm L. Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientists. Cambridge Cambridge University Press, 1987, Robert E. Stake, Qualitative Research Studying How Things Work New York and London The Guilford Press, 2010. Thomas Mann, The Oxford Guide to Library Research New York Oxford University Press, 2015, h. 1-14. Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, dan Johnny Saldana, Qualitative Data Analysis A Methods Source Book, 3 ed. London and New York SAGE Publications, 2014. Kusnadi, “Komunikasi dalam Al-Qur’an Studi Analisis Komunikasi Interpersonal pada Kisah Ibrahim.” Mahbub Junaid, “Komunikasi Qur’ani Melacak Teori Komunikasi Efektif Prespektif al-Qur’an,” diakses 15 Desember 2020, Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang 132 menjawab seluruh permasalahan dalam kehidupan manusia. Teori komunikasi yang awalnya hanya studi tentang pesan kemudian mengalami perubahan yang cukup pesat misalnya teori-teori komunikasi massa. Secara khusus, komunikasi mengandung makna bersama-sama common. Istilah komunikasi ini merupakan term yang merupakan akar dari kata communication yang berbahasa Latin. Komunikasi berasal dari kata communicatio yang artinya pemberitahuan atau pertukaran. Kata ini memiliki kata sifat communis yang memiliki makna umum atau bersama-sama. Definisi ini kemkudian dikembangkan oleh banyak ilmuwan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu yang kemudian memiliki berbagai sudut pandang komunikasi merupakan ilmu terapan dari kelompok ilmu sosial. Menurut beberapa ilmuwan, ilmu komuikasi sifatnya interdisipliner karena objek maerialnya menggunakan ilmu-ilmu lain misalnya sosial, politik, kesehatan, agama, dan lain-lain. Penamaan ilmu terapan ini karena komunikasi digunakan untuk memecahkan berbagai masalah praktis yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung dan bersifat akan terjadi atau berlangsung selama kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan. Dengan kata lain, memahami satua bahasa tidak mengandalkan pemahaman akan makna yang dimaksudkan. Kemudian percakapan dapat dikatakan komunikatif apabila kedua pihak selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan. Berbagai definisi yang telah dijelasan di atas merupakan komunikasi jika didefinisikan berdasarakan teori umum. Berbeda dengan komunikasi Islam yang beberapa sarjana meingentegrasikannya dengan dakwah. Meskipun definisi ini juga sampai sekarang masih menjadi perdebatan yang belum selesai. Tidak semudah itu menyamakan antara membuat manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat karena tanpa komunikasi masyarakat tidak akan terbentuk. Adanya komunikasi disebabkan oleh kebutuhan akan mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lihat di Moursi Abbas Mourssi Hassan Khawash, “Penerapan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Islam di SMP Al-Ulum Terpadu Medan,” Jurnal Ijtimaiyah Vol. 01, no. 1, Januari-Juni 2017 1–89. Abdul Halik, Komunikasi Massa, ed. oleh Muliati Amin Makasar Alauddin University Press, 2013, hal. 1-10. Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi Jakarta Grasindo, 2004, hal. 5. Suyuti S. Budiharsono, Politik Komunikasi Jakarta Grasindo, 2003, hal. 5. Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 9. Suhaimi, “Integrasi Dakwah Islam dengan Komunikasi,” Miqot Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 37, no. 1, Januari-Juni 2013 hal. 282. 133 komunikasi Islam dengan dakwah. Sebab, makna dakwah sendiri jauh lebh lebih dari makna komunikasi Islam. Dakwah disebut juga komunikasi Islam, memiliki beberapa unsur, seperti da’i, media wasilah, metode uslub, materi maudlu’, sasaran mad’u, dan tujuan dakwah. Semua unsur ini merupakan konsep yang harus diuji melalui riset-riset yang lebih empirik. Pijakan dakwah atau komunikasi Islam adalah isyarat-isyarat etik-normatif dari al-Qur’an dan al-Hadis. Dengan makna lainnya, komunikasi Islam atau dakwah merupakan ajakan yang dilakukan oleh komunikator dakwah dalam hal ini da’i, untuk mengajak komunikan dakwah dalam hal ini jamaahnya, dengan cara komunikasi verbal maupun nonverbal, bertujuan kebaikan dunia dan beberapa defnisi di atas komunikasi Islam dapat dikatakan menjadi bagian dari dakwah Islam. Komunikasi Islam merupakan penyampaikan pesan Islam dari komunikator kepada komunikan melalui media wasilah dakwah. Komunikasi secara umum merupakan hasil kajian dari penelitian empiris sedangkan komunikasi Islam menggabungkannya dengan Al-Qur’an dan hadis. Jadi, komunikasi Islam merupakan terminologi yang tidak dapat dilepaskan dari Al-Qur’an dan hadis. Prinsip Komunikasi Islam dalam Hadis Pada bab ini akan dijelaskan mengenai beberapa prinsip komunikasi Islam dalam teks hadis. Penulis kemudian akan berusaha melakukan interpretasi terhadap beberapa hadis yang termasuk dalam prinsip komunikasi Islam. 1. Prinsip Komunikasi Agar Menggunakan Kalimat yang Baik               Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah Mas’udi, “Ruang Komunikasi Islam Dalam Lingkup Kajian Dakwah,” At Tabsyir Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam Vol. 2, no. 2, Juli-Desember 2014 hal. 163. Amien Wibowo, “Strategi Komunikasi Dakwah Strategi Komunikasi Dakwah Majelis Dzikir dan Shalawat Jamuro Surakarta,” 2015 Naskah Publikasi S1, Progam Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015, Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri Riyāḏ Maktabah Al-Rusyd, 2006, hal. 840. 134 tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau jika ia tidak mampu hendaklah ia diam." Menurut hadis di atas berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu serta selalu mengucapkan kata-kata yang baik atau diam mengenai sesuatu yang tidak diketahuimya merupakan hal baik dan bagian dari manisnya iman. Pada akhir redaksi hadis dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW memerintahkan umatnya agar selalu menjaga lisan dari perkataan-perkataan yang tidak baik, atau jika tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah daripada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak diciptakan Allah SWT hanya untuk hal yang baik-baik saja, seperti zikir mengingat-Nya, membaca kitab suci-Nya, melakukan amar ma’rūf nahi munkar, berdakwah dan saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Sungguh tidak pantas jika lidah yang diciptakan dengan tujuan kebaikan digunakan untuk mengucap hal-hal yang kotor dan al-Hasan Ali al-Mawardi mengungkapkan beberapa syarat bicara agar selamat dari ketergeliciran dan kecacatan. Di antaranya, pembicaraan itu sengaja diucapkan guna mengajak manusia kepada ketaqwaan, meletakkan pembicaraan tepat pada tempatnya, berbicara sekedar keperluan dan memilah kata-kata yang akan diucapkan. Jika saja salah satu atau semua syarat di atas tidak terpenuhi, maka tidak dianjurkan untuk berbicara atau lebih baik diam saja. Mengenai hadis perintah berkata yang baik ini Ibnu Hajar menjelaskan, termasuk kebaikan adalah semua perkataan yang diperlukan, baik fardu maupun sunnah. Maka selain dari itu yang termasuk perkataan buruk, manusia diperintahkan untuk diam agar tidak terjerumus kepada keburukan. Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa manusia yang masih memiliki iman di hatinya akan memiliki sifat kasih sayang kepada makhluk ciptaan Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi Al-Dimasyqi, Asbabul Wurud Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, ed. oleh Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim, 3 ed. Jakarta Kalam Mulia, 2002, hal. 311. Ira Nur Azizah, “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” Skripsi S1, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dna Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, hal. 36 Ira Nur Azizah, “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” Skripsi S1, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dna Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, hal. 36. Abu al-Hasan Ali Al-Mawardi, Mutiara Akhlak al-Karimah, ed. oleh M. Qodirun dan Nur Jakarta Pustaka Amani, 1993, hal. 137. 135 Allah. Hal ini dibuktikan dengan senantiasa mengucapkan perkataan yang baik dan penuh manfaat serta meninggalkan perkataan yang buruk dan menimbulkan merujuk dalam Al-Qur’an, beberapa ayat terkait dengan tuntutan untuk berbicara dengan perkataan yang baik misalnya adalah surat an-Nisa ayat 5 yang adalah sebagai berikut      “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka yang ada dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian dari hasil harta itu dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” Khitab pada ayat di atas ditujukan kepada semua umat dan larangannya mencakup setiap harta, yang pada intinya perintah agar memberikan harta kepada anak yatim yang sudah baligh kecuali apabila mereka orang yang safih dungu yang tidak bisa menggunakan harta benda. Pada akhir ayat disebutkan bahwa hendaknya para wali menasehati orang yang diasuhnya apabila mereka masih kecil dengan perkataan yang baik agar membuatnya menjadi penurut. Dengan penjelasaan lebih lugas “perkataan yang baik” dalam ayat ini maksudnya adalah perkataan yang terus sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī disebutkan bahwa perkataan yang baik merupakan salah satu bentuk sedekah. Hadis tersebut berbunyi adalah sebagai berikut                    Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Amru dari Khaitsamah dari Adi bin Hatim, bahwasanya Nabi ﷺ pernah memperbincangkan neraka, kemudian beliau memalingkan wajahnya dan berllindung diri daripadanya, kemudian beliau memperbincangkan neraka dan beliau memalingkan wajahnya seraya meminta perlindungan daripadanya, selanjutnya beliau bersabda, "Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan setengah biji kurma, siapa yang tak mendapatkannya, ucapkanlah yang baik." Ibnu Hajar Al-Asqalāni, Fath al-Bāri, ed. oleh Amir Hamzah Jakarta Pustaka Azzam, 2009, hal. 158. Ira Nur Azizah, “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” Skripsi S1, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, hal. 37. 136 Menurut Ibnu Hajar kata tayyib baik adalah segala sesuatu yang membuat panca indra menjadi enak dan nyaman. Kalimat yang tayyib menjadi salah satu bentuk sedekah karena ia dapat menggembirakan siapa saja yang mendengar dan menghilangkan perasaan tidak senang dalam di atas membuktikan bahwa perkataan yang baik mempunyai banyak keutamaan, salah satunya adalah sebagai perisai dari api neraka. Oleh karena inilah Rasulullah Saw mendidik dan menanamkan nilai akhlak kepada umatnya agar selalu berbicara dengan kalimat yang baik dan menjauhi kalimat- kalimat yang tidak baik. Karena selain tidak bermanfaat, mengatakan perkataan yang tidak baik, tidak sopan dan tidak layak merupakan perkara yang buang- buang waktu dan bisa saja menyakiti perasaan orang lain. Dari uraian ini diketahui bahwa dalam berkomunikasi hendaknya selalu dengan perkataan yang baik. Jika memang tidak mampu mengatakan hal yang baik maka diam menjadi lebih utama. 2. Prinsip Komunikasi Berbicara dengan Efektif dan Efisien                 Telah menceritakan kepada kami 'Utsman telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Asy-Sya'biy dari Warrad, maula Al Mughirah bin Syu'bah dari Al Mughirah bin Syu'bah berkata; Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, melarang untuk menuntut sesuatu tanpa hak, serta membenci kalian dari qiila wa qoola memberitakan setiap apa yang didengar, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif diartikan sebagai manjur, berguna dan dapat membawa hasil. Sedangkan efisien diartikan sebagai ketepatan cara dalam melakukan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu. Secara keseluruhan, berbicara Ibnu Hajar Al-Asqalāni, Fath al-Bāri, ed. Amir Hamzah Jakarta Pustaka Azzam, 2009, hal. 158. Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri Riyāḏ Maktabah Al-Rusyd, 2006, hal. 836 Abdullah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru Jakarta Pustaka Sandro Jaya, 2011, hal. 382. 137 dengan efektif dan efisien bisa dimaknai sebagai berbicara dengan tepat dan tidak buang-buang waktu serta berdampak positif, baik terhadap komunikator maupun redaksi hadis di atas disebutkan, kariha lakum qīla wa qāla wa katsra al-su`āl Allah membenci kalian dari qīla wa qāla dan banyak bertanya. Ibnu Hajar menjelaskan, qīla wa qāla diartikan sebagai memperbanyak perkataan yang tidak berguna, sedangkan banyak bertanya maksudnya adalah mendesak dalam bertanya dan menanyakan hal yang tidak penting. Hal inilah yang menjadikan hadis di atas sebagai salah satu tuntunan dalam berkomunikasi, yakni keharusan berbicara dengan efektif dan efisien, bahwa berbicara hendaknya seperlunya saja, tidak mengatakan hal yang tidak bermanfaat dan tidak pula banyak menanyakan hal yang tidak penting. Jika memperhatikan ayat-ayat al-Qur‟an, maka akan ditemukan sebuah ayat yang mendukung pernyataan hadis untuk bicara seperlunya dan yang bermanfaat saja. Hal ini tercermin dalam al-Qur’an surat al-Mukminūn ayat 1-3 yang berbunyi sebagai berikut               “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. yaitu orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna” Salah satu ciri dari orang yang beriman sebagaimana dijelaskan oleh ayat di atas adalah menjauhkan diri dari al-laghwu. Menurut Kamus Arab-Indonesia karangan Mahmud Yunus, al-laghwu adalah sesuatu yang tiada berguna. Perkataan maupun perbuatan yang tidak berguna juga termasuk kategori al-laghwu. Maka menurut ayat di atas, semua yang tidak wajar dan tidak bermanfaat hendaknya ditinggalkan walau ia tidak ini sama halnya dengan kandungan hadis yang diteliti. Bahwa melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, termasuk di dalamnya perkataan yang sia-sia dan banyak bertanya atas hal yang tidak penting merupakan hal yang harus dijauhi dan ditinggalkan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi disebutkan Ira Nur Azizah, “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” Skripsi S1, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dna Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, hal. 40. Ibnu Hajar Al-Asqalāni, Fath al-Bāri, ed. Amir Hamzah Jakarta Pustaka Azzam, 2009, hal. 262. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia Jakarta PT Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 1990, hal. 398. M. Quraish Shihab, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al- Qur’an Tangerang Lentera Hati, 2012, hal. 575. 138                               Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Nashr An Naisaburi dan yang lainnya telah menceritakan kepada kami mereka berkata bahwa Abu Mushir telah menceritakan kepada kami dari Isma'il bin 'Abdullah bin Sama'ah dari Al Auza'i dari Qurroh dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya." Dia berkata, Hadis ini gharib, kami tidak mengetahuinya dari Hadis Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ kecuali dari Jalur sanad ini. Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis di atas adalah hendaknya kaum muslimin meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk kemudian hijrah melakukan hal yang lebih bermanfaat. Itulah ciri dari baiknya Islam seseorang. Demikian pula halnya dengan meninggalkan pembicaraan yang tidak berguna dan banyak bertanya yang tidak penting. Hendaknya dalam berbicara selalu ringkas, jelas dan tidak bertele-tele. Karena pembicaraan yang panjang lebar hanya akan membuat pusing dan bosan orang yang diajak uraian di atas diketahui bahwa dalam berkomunikasi hendaknya umat Islam berbicara seperlunya saja, tidak berlebihan, dan memperhatikan mutu dari hal yang disampaikan. Karena percuma saja panjang lebar jika poin yang ingin disampaikan tidak ditangkap dengan benar oleh lawan bicara. 3. Prinsip Komunikasi tentang Berbicara Jujur dan Tidak Dusta                                             Abu Isa Muhammad bin Isa Al-Tirmidzi, Jāmi’al-Tirmidzi Bait al-Afkār al- Dauliyyah, hal. 382. Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, ed. oleh Ahmad Subandi Jakarta PT Lentera Basritama, 1998, hal. 158. Hadis ini sanadnya bersambung dan semua perawinya dinilai tsiqah oleh ulama hadis kecuali Abu Kuraib Muhammad bin’Ilā`. Terdapat beberapa penilaian berbeda mengenai Abu Kuraib. Abu Hātim menilainya sudūq, al-Nasā‟i menilainya lā ba`sa bihi dan Ibnu Hibbān menilainya dengan tsiqah. Lihat 139 Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin Numair; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki' keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Syaqiq dari 'Abdullah dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda, 'Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.'" Telah menceritakan kepada kami Minjab bin Al Harits At Tamimi; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Mushir; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali; Telah mengabarkan kepada kami 'Isa bin Yunus keduanya dari Al A'masy melalui jalur ini. Namun di dalam Hadis Isa tidak disebutkan lafazh; 'memelihara kejujuran dan memelihara kedustaan.' Sedangkan di dalam Hadis Ibnu Mushir disebutkan dengan lafazh; Hatta yuktabahullah.' hingga Allah mencatatnya sebagai pendusta. Jujur dan dustasenantiasa dipasangkan dalam setiap keadaan. Kendati demikian, dua sifat ini dipasangkan bukan karena kesamaan yang mereka miliki, melainkan karena kebalikan yang layaknya langit dan bumi berbeda sekali. Jika jujur dapat mengantarkan manusia ke dalam surga, maka dusta adalah kebalikannya, ia akan mengantarkan manusia ke dalam neraka yang disana terdapat segala bentuk penyiksaan. Tahdzīb al-Kamāl Fī Asmā` al-Rijāl karya Jamāl al-Dīn Abu al- Hajjāj Yūsuf al-Mizzī, Jilid 26 h. 247, dan Tahdzīb al-Tahdzīb karya Ibn Hajar al-Asqalāni, Jilid 3, h. 668 Dusta adalah sesuatu dilarang, akan tetapi ada dusta yang diperbolehkan yakni dalam tiga perkara a Dalam rangka mendamaikan pertikaian di antara manusia b Dalam peperangan dan c Dalam perkataan seorang suami terhadap istrinya dan sebaliknya perkataan seorang istri terhadap suaminya. Dalil yang mendasari hal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dāud, hadis nomor 4921                                     Telah menceritakan kepada kami Ar Rabi' bin Sulaiman Al Jizi berkata, telah menceritakan kepada kami Abul Aswad dari nafi' -maksudnya Nafi' bin Yazid- dari Ibnul Hadi bahwa Abdul Wahhab bin Abu Bakr menceritakan kepadanya, dari Ibnu Syihab dari Humaid bin 'Abdurrahman dari ibunya Ummu Kultsum binti Uqbah ia berkata, "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga tempat. Rasulullah ﷺ mengatakan, "Aku tidak menganggapnya sebagai seorang pembohong; seorang laki-laki yang memperbaiki hubungan antara manusia. Ia mengatakan suatu perkataan bohong, namun ia tidak bermaksud dengan perkataan itu kecuali untuk mendamaikan. Seorang laki-laki yang berbohong dalam peperangan. Dan seorang laki-laki yang berbohong kepada istri atau istri yang berbohong kepada suami untuk kebaikan." Hadis ini disahihkan oleh Al-Bāni. 140 Dusta adalah sifat madzmūmah dalam Islam yang harus dijauhi dan dihindari oleh setiap pribadi Muslim. Karena sifat ini senantiasa menunjukkan kepada kejahatan. Orang yang sudah terbiasa berbohong dan nyaman dengan kebohongannya akan terus-menerus melakukannya. Karena untuk menutupi sebuah kebohongan, manusia harus berbohong lagi dengan kebohongan yang lain. Pada redaksi hadis yang diteliti, jujur disebut dengan al-sidq sedangkan dusta dengan al-kidzb. Imam al-Nawawi menjelaskan, kejujuran al-sidq dapat menuntun melakukan perbuatan baik yang bersih dari hal-hal tercela. Maksud dari kata al-birru dalam hadis di atas adalah satu kata yang mencakup semua jenis kebaikan. Dikatakan juga bahwa al-birru berarti surga. Sedangkan kebohongan al-kidzbu dapat menyeret pada hal dosa dan melenceng dari kebenaran, dikatakan juga maksudnya adalah dorongan untuk berbuat hadis alaikum bi al-sidqi… wa iyyākum wa al-kadziba maksudnya adalah anjuran agar senantiasa berlaku jujur dan mengecam kebohongan. Yang dimaksud dengan yuktabu „inda Allah… adalah dia dihukumi dengan itu; seorang yang jujur yang akan mendapatkan pahala, atau sebagai pendusta yang akan mendapatkan siksa. Ismail mengungkapkan, bahwa kejujuran seseorang dapatterlihat dari seberapa mampu ia dalam menjaga tiga aspek af’āl perbuatan, aqwāl perkataan dan ahwāl keadaan. Jujur dalam perkataan berarti adanya kesesuaian antara hati dan realita yang diucapkan, jujur dalam perbuatan berarti adanya kesinambungan antara yang dilakukan dan perintah Allah SWT, jujur dalam mental atau keadaan berarti adanya komitmen dan kesetiaan dalam bekerja dan beribadah kepada Allah keadaan saat hadis ini disampaikan, Abu Bakar al-Siddīq berkata, “Rasulullah Saw pernah berdiri di tempatku berdiri ini, pada tahun pertama kerasulan beliau. Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Minhajul Muslim Thaharah, Ibadah dan Akhlak, ed. oleh Rahmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 1997, hal. 387. Yahya bi Syaraf Al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, ed. oleh Fathoni Muhammad dan Futuhal Arifin Jakarta Darus Sunnah, 2014, hal. 737. Yahya bi Syaraf Al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, ed. Fathoni Muhammad dan Futuhal Arifin Jakarta Darus Sunnah, 2014, hal. 738. A. Ilyas Ismail, Pilar-Pilar Taqwa Doktrin, Pemikiran, Hikmat, dan Pencerahan Spritual Jakarta Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 136. 141 Kemudian ia bersabda”Hendaklah kamu menjauhi bohong…dan seterusnya.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa hadis ini tergolong hadis ibtidā` al-Qur’an banyak disinggung mengenai kejujuran dan dusta. Salah satunya adalah yang terdapat dalam surat al-Taubah ayat 119 yang berbunyi  “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” Menurut al-Tabari maksud dari kata al-sādiqīn di atas adalah orang- orang yang menyesuaikan ucapan dengan perbuatan dan tidak pernah menjadi Swt juga berfirman pada surat al-Hajj ayat 30 yang berbunyi  ….. “…Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” Al-Raghib mengatakan bahwa maksud dari al-zūr pada ayat di atas adalah dusta. Disebut zūr bengkok karena menyimpang dari kebenaran. Maka menurut ayat di atas, perilaku zūr dusta harus dijauhi. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhāri disebutkan sebagai berikut                  Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi Al-Dimasyqi, Asbabul Wurud Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, ed. Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim, 3 ed. Jakarta Kalam Mulia, 2002, hal. 235. Hadis ibtidā`i adalah hadis yang datang tanpa didahului sebab tertentu. Hadis jenis inijumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan hadis sababī yang mempunyai sebab turun berupa peristiwa tertentu atau pertanyaan para Sahabat. Hal itu karena sesuai dengan tugas Nabi Saw sebagai penyampai syariat yang tidak perlu menunggu adanya sebab. Lihaat di Akbar Tanjung, “Hadis Tentang Pendudukan Hawa Nafsu dalam Ara’un Al-Nawawiyah Studi Kritik Sanad dan Analisis Kandungan Matan Hadits” Skripsi S1, Progam Studi Hadis Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin Filasafat dan Politik, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016, hal. 30. Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Tabari, Tafsir al-Tabari, ed. oleh Anshari dan Taslim Jakarta Pustaka Azzam, 2009, hal. 367. Ia adalah Al-Raghib al-Asfahāni. Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad bin al-Mufaḏal. Ia merupakan seorang ahli kebudayaan dan ahli ilmu yang terkenal. Di antara buah penanya yang sangat berharga adalah Mu’jam Mufradat Li Alfāẕ al-Qur’ān. Ia wafat pada tahun 502 M/1108 H. Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri Riyāḏ Maktabah Al-Rusyd, 2006, hal 275. 142 Telah menceritakan kepada kami Badal bin Al Muhabbar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah berkata, aku mendengar Abu Al Khalil menceritakan dari 'Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin Hizam radhiallahu'anhu dari Nabi ﷺ bersabda, "Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli selama keduanya belum berpisah", Atau sabda beliau, "Hingga keduanya berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan cacat dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya". Umat Islam diperintahkan untuk berlaku jujur pada setiap keadaan, di manapun dan kapanpun. Bahkan pada saat berdagang sekalipun, nilai kejujuran tidak boleh hilang. Menurut hadis di atas, keberkahan jual-beli terdapat pada kejujuran pedagang dan pembelinya. Jika pada prosesnya terdapat unsur dusta, maka akan hilanglah keberkahan dari jual-beli yang dilakukan. Pada hadis lain disebutkan bahwa dusta merupakan salah satu ciri orang yang munafik. Dan sudah tidak dipungkiri lagi bahwa munafik adalah sifat tercela yang harus dijauhi, karena balasan bagi pelakunya adalah ditempatkan di al-darki al-asfali min al-nār kerak neraka. Hadis tersebut berbunyi                  Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abu ar Rabi' berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far berkata, telah menceritakan kepada kami Nafi' bin Malik bin Abu 'Amir Abu Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, "Tanda-tanda munafik ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat dia khianat". Dari uraian di atas diketahui bahwa dalam berkomunikasi hendaknya umat Islam selalu mengutamakan kejujuran daripada dusta. Karena, kejujuran akan membawa pelakunya kepada kebaikan dan berujung kepada surga, sedangkan dusta akan membawa kepada keburukan yang akhirnya membuat pelakunya terjerumus ke dalam neraka. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Nisā` ayat 145 yang menyatakan sebagai berikut    “Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka” Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri Riyāḏ Maktabah Al-Rusyd, 2006, hal 11. 143 Kesimpulan Islam merupakan agama universal yang memberikan rasionalitas terhadap ilmu pengetahuan. Misalnya, Islam juga memberikan ruang untuk mengembangkan ilmu komunikasi yang menggunakan hadits sebagai dasar bangunan teori. Ternyata banyak hadits-hadits Nabi yang dapat dijadikan sebagai prinsip-prinsip komunikasi Islam. Beberapa prinsip komunikasi Islam yang termaktub dalam hadits misalnya adalah komunikasi dengan kejujuran, komunikasi dengan efektif dan efisien, komunkasi dengan tidaak berdusta, dan lain-lain. Hal ini memberikan informasi bahwa sebenarnya banyak hadis nabi yang bisa diteliti untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan ilmu komunikasi. Daftar Pustaka Abdullah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru. Jakarta Pustaka Sandro Jaya, 2011. Adiprasetio, Justito. “Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia Instrumentalisasi Kuasa Hingga Mekanisme Pasar.” Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 6, no. 2, Agustus 2019. Al-Asqalāni, Ibnu Hajar. Fath al-Bāri. Diedit oleh Amir Hamzah. Jakarta Pustaka Azzam, 2009. Al-Bukhāri, Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah. Sahīh al-Bukhāri. Riyāḏ Maktabah Al-Rusyd, 2006. Al-Dimasyqi, Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi. Asbabul Wurud Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul. Diedit oleh Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim. 3 ed. Jakarta Kalam Mulia, 2002. Al-Mawardi, Abu al-Hasan Ali. Mutiara Akhlak al-Karimah. Diedit oleh M. Qodirun dan Nur. Jakarta Pustaka Amani, 1993. Al-Musawi, Khalil. Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana. Diedit oleh Ahmad Subandi. Jakarta PT Lentera Basritama, 1998. Al-Nawawi, Yahya bi Syaraf. Syarah Shahih Muslim. Diedit oleh Fathoni Muhammad dan Futuhal Arifin. Jakarta Darus Sunnah, 2014. Al-Tabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-Tabari. Diedit oleh Anshari dan Taslim. Jakarta Pustaka Azzam, 2009. Al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Jāmi’al-Tirmidzi. Bait al-Afkār al- Dauliyyah, 144 Arif, Moch Choirul. “Quo Vadis Komunikasi Islam Menuju Penyeimbangan Nalar Kritis dan Pragmatis di Tengah Global Village.” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 02, no. 02, Desember 2012. rul_rek Bahrudin. “Prinsip-Prinsip Komunikasi dalam Hadis Nabi.” Ilmu Dakwah Academic Journal for Homiletic Studies Vol. 4, no. 11, Januari-Juni 2008 43–66. Basit, Abdul. “Konstruksi Ilmu Komunikasi Islam.” Jurnal Penelitian Agama Vol. 17, no. 1, Januari-Juni 2016 73–95. Budiharsono, Suyuti S. Politik Komunikasi. Jakarta Grasindo, 2003. Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2004. El-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Pola Hidup Muslim Minhajul Muslim Thaharah, Ibadah dan Akhlak. Diedit oleh Rahmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno. Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 1997. Hakim, dan Winda Kustiawan. “Perkembangan Teori Komunikasi Kontemporer.” Jurnal Komunika Islamika Vol. 6, no. 1 2019 15. Halik, Abdul. Komunikasi Massa. Diedit oleh Muliati Amin. Makasar Alauddin University Press, 2013. Hefni, Harjani. Komunikasi Islam. 1 ed. Jakarta Prenada Media Group, 2015. ———. “Perkembangan Ilmu Komunikasi Islam.” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 04, no. 02, Desember 2014. Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekluer-Liberal. 3 ed. Jakarta Gema Insani Press, 2015. Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Diedit oleh Andriyanti Kamsyah. 2 ed. Bandung Remaja Rosdakarya, 2013. Ira Nur Azizah. “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi.” Skripsi S1, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dna Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017. Ismail, A. Ilyas. Pilar-Pilar Taqwa Doktrin, Pemikiran, Hikmat, dan Pencerahan Spritual. Jakarta Raja Grafindo Persada, 2009. Junaid, Mahbub. “Komunikasi Qur’ani Melacak Teori Komunikasi Efektif Prespektif al-Qur’an.” Diakses 15 Desember 2020. 145 Kasmani, Mohd Faizal, Sofia Hayati Yusoff, Osama Kanaker, dan Rozita Abdullah. “The Islamic Communication Paradigm Challenges and Future Directions.” Advanced Science Letters Vol. 23, no. 5 2017 4787–91. Khawash, Moursi Abbas Mourssi Hassan. “Penerapan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Islam di SMP Al-Ulum Terpadu Medan.” Jurnal Ijtimaiyah Vol. 01, no. 1, Januari-Juni 2017 1–89. Kusnadi. “Komunikasi dalam Al-Qur’an Studi Analisis Komunikasi Interpersonal pada Kisah Ibrahim.” Jurnal Intizar Vol. 20, no. 2 2014 267–84. Mann, Thomas. The Oxford Guide to Library Research. 4 ed. Oxford dan New York Oxford University Press, 2015. Mas’udi. “Ruang Komunikasi Islam Dalam Lingkup Kajian Dakwah.” At Tabsyir Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam Vol. 2, no. 2, Juli-Desember 2014. Miles, Matthew B., A. Michael Huberman, dan Johnny Saldana. Qualitative Data Analysis A Methods Source Book. 3 ed. London and New York SAGE Publications, 2014. Mowlana, Hamid. “Human Communication Theory a Five-Dimensional Model.” Journal of International Communication Vol. 25, no. 1 2019 3–33. ———. “The New Global Order and Cultural Ecology.” Media, Culture, & Society Vol. 15, no. 1 1993. Nurdin, Ali. “Akar Komunikasi Dalam Al-Qur’an Studi Tematik Dimensi Komunikasi dalam Al-Qur’an.” Jurnal Kajian Komunikasi Vol. 2, no. 1, Juni 2014 12–26. Panuju, Redi. Pengantar Studi Ilmu Komunikasi Komunikasi Sebagai Kegiatan Komunikasi Sebagai Ilmu. Jakarta Prenada Media Group, 2018. Rorong, Michael Jibrael. “Penempatan Teori Dalam Ilmu Komunikasi Kajian Kepustakaan dalam Perspektif Deductive Interpretive.” Commed Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4, no. 1 2019. Saefuddin, AM. Islamisasi Sains dan Kampus. Diedit oleh Ahmadie Thaha, Rusdiono Mukri, dan Tata Septayuda. Jakarta PT PPA Consultans, 2010. Setiawan, Daryanto. “Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Budaya.” Jurnal Simbolika Vol. 4, no. 1, April 2018 62. 146 Shihab, M. Quraish. Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al- Qur’an. Tangerang Lentera Hati, 2012. Stake, Robert E. Qualitative Research Studying How Things Work. New York and London The Guilford Press, 2010. Strauss, Anselm L. Qualitative Analysis for Social Scientists. Cambridge Cambridge University Press, 1987. Suhaimi. “Integrasi Dakwah Islam dengan Komunikasi.” Miqot Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 37, no. 1, Januari-Juni 2013 214–28. Syamsuddin, Muh. “Orientalisme, Oksidentalisme dan Filsafat Islam Modern dan Kontemporer Suatu Agenda Masalah.” Refleksi Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam 18, no. 1 2018 47–60. Tanjung, Akbar. “Hadis Tentang Pendudukan Hawa Nafsu dalam Ara’un Al-Nawawiyah Studi Kritik Sanad dan Analisis Kandungan Matan Hadits.” Skripsi S1, Progam Studi Hadis Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin Filasafat dan Politik, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016. Trenggono, Nanang. “Konstruksi Komunikasi Internasional.” MediaTor Jurnal Komunikasi Vol. 5, no. 1 2004. Wibowo, Amien. “Strategi Komunikasi Dakwah Strategi Komunikasi Dakwah Majelis Dzikir dan Shalawat Jamuro Surakarta.” 2015. Naskah Publikasi S1, Progam Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015. Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta Grasindo, 2004. Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta PT Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 1990. Yusoff, Sofia Hayati. “Western and Islamic Communication Model A Comparative Analysis on A Theory Application.” Al-’Abqari Journal of Islamic Social Sciences and Humanities Vol. 7, no. 7 2016 7–20. Zamroni, Mohammad. “Epistemologi dan Rumpun Keilmuwan Komunikasi Penyiaran Islam.” Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 34, no. 1, Januari-Juni 2014 122–39. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Michael Jibrael RorongKonseptualisasi dan abstraksi suatu teori cenderung memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain, problematika dalam mengkonstruksi realitas menghadirkan pergeseran makna dari teori tersebut. Perspektif teori dalam merekonstruksi aspek-aspek konsep di dalamnya menuntun setiap kajian berdiri pada ranah yang saling bertentangan, hal ini menandakan aspek pemikiran dari setiap peneliti memiliki idealismenya tersendiri. Perspektif teori dan juga penempatan teori pada dasarnya memiliki intensionalitasnya yang terstruktur, bahkan teori-teori tersebut memiliki kajian tersendiri yang tidak lepas dari pemikrian deductive-interpretif. Tulisan ini mencerminkan landasan dalam kajian pustaka pemetaan teori dengan menggunakan metode pendekatan kepustakaan yang berorientasi pada pemikiran-pemikiran konstruksional yang menempatkan setiap teori pada pandangan asumsi teori yang berdiri pada aspek-aspek paradigma positivis, interpretif dan juga kritis, yang dimodifikasikan dalam dimensi pembentukan teori berdasarakan ontologi, epistimologi dan aksiologi, yang menghasilkan perspektif tradisi dan kajian pada ilmu komunikasi dengan pemetaan teori-teori yang berdiri pada ranah komuniaksi. Justito AdiprasetioJatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, pada dasarnya memberikan berbagai harapan bagi Ilmu Sosial di Indonesia. Namun, harapan ini cenderung tumpul dalam menghadapi Ilmu Komunikasi. Mengutip Rahardjo 2012, komunikasi sering hanya dianggap sebagai studi teoritis yang organisasinya memiliki orientasi untuk menghasilkan lulusan yang cepat terserap oleh pasar. Artikel ini adalah upaya untuk menemukan cara untuk pengembangan Ilmu Komunikasi, dengan upaya untuk mengisi ketiadaan studi terkait dengan metamorfosis Ilmu Komunikasi, sehingga artikel ini disusun untuk menunjukkan kontinuitas dan diskontinuitas wacana Ilmu Komunikasi selama Orde Baru hingga Pasca Orde Baru. Beberapa temuan dalam penelitian ini diharapkan berkontribusi pada gagasan pengembangan studi Ilmu Komunikasi itu sendiri. Artikel ini juga bertujuan untuk melanjutkan proyek yang sebelumnya dilakukan oleh Dhakidae 2003, Heryanto 2004, Haryanto 2008, Samuel 2010, untuk menunjukkan praktik kekuasaan dan pembentukan diskursif ilmu sosial di Setiawanp>Teknologi Komunikasi dan Informasi adalah aplikasi pengetahuan dan keterampilan yang digunakan manusia dalam mengalirkan informasi atau pesan dengan tujuan untuk membantu menyelesaikan permasalahan manusia agar tercapai tujuan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi berawal dari kemajuan dibidang komputerisasi. Pengguanaan komputer pada masa awal untuk sekedar menulis, membuat grafik dan gambar serta alat menyimpan data yang luar biasa telah berubah menjadi alat komunikasi dengan jaringan yang lunak dan bisa mencakup seluruh dunia. Dengan kemajuan teknologi maka proses interaksi antar manusia mampu menjangkau lapisan masyarakat dibelahan dunia manapun menjadi semakin terbuka. Internet sebagai salah satu dampak dari perkembangan teknologi baru pada dasarnya tidak hanya bisa menjadi pintu untuk mengetahui bagaimana budaya yang ada pada masyarakat di daerah tertentu, melainkan menjadi perangkat dalam ekspresi budaya itu sendiri. Karena begitu cepatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi mangakibatkan dampak dan pengaruh terhadap budaya pada masyarakat, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Salah satu aspek kehidupan yang paling terpengaruh dengan perkembangan ini adalah aspek kebudayaan masyarakat yang sedikit demi sedikit mengalami pergeseran.
DalamShahih Bukhari No. 1378 dijelaskan tentang dosa membunuh tanpa alasan yang bisa menjadi dasar agar kita lebih memahami tentang kemanusiaan. Bagi para pelaku, bom bunuh diri bagian dari ekspresi untuk membalaskan dendam saudara-saudara mereka yang berada di negara lain yang saat ini terjajah. Padahal, Indonesia adalah negara aman.
Abstract Communication is requirement of the human being. Everyone could not life without it. Neverthelles it has constructed healthy. Therefore. the prophet Muhammad trough hadits ordered the all moslems about it healthy communication with whoever. Among others, he ordered them to be honest, to use a good language and to use an appropriate diction in the communication process. He forbade hardly all unhealthy communication patterns. Becouse its able to demage communication partners.
. 152 245 344 101 118 197 317 137

10 hadits tentang komunikasi